Wednesday, March 27, 2013

Tersisa dari Modangan (2)



            Kegiatan membangun tenda kita lakukan, 3 tenda siap menampung barang dan tubuh ini larut malam nanti. Lalu pembagian tugas mulai di lakukan antara membuat api unggun dan memasak. Makanan yng bakal menjadi santap malam mereka adalah nasi + sarden + sambal terong kecil, teri, pete + sambal bajak + pilus. Yaps cukup banyak variannya dan inilah FASTLAP pasukan selep (makan). Saat menyantap makanan ini Jarwo berkata pada mereka,”Apa yang dilakukan 11 orang lainnya di tahun baru dan ulang tahun FASTLAP ini ya?”. Sebuah pertanyaan yang membuat hati mereka kangen akan kebersamaan di hari jadi FASTLA
P.
            Menjelang larut malam cuaca agak tidak bersahabat, turun gerimis hujan yang membuat kita masuk kedalam tenda. Keterbatasan kemampuan tenda dalam hal menghalau hujan kali ini sangat buruk, tercatat tenda kecil yang berisi Agung dan Jarwo kebocoran lalu tenda besar yang di huni Bower, Kiyep dan Tunggul juga kebocoran. Hanya tenda yang di isi Jimbon, Ape dan Brilli aman tanpa bocor.
            Jam menjelang 00.00 cuaca diluar sudah tak ada gerimis hujan, lalu mereka memutuskan untuk keluar sembari melakukan ritual FASTLAP yaitu curhatan dari hati ke hati yang sifatnya sangat rahasia dan hanya pada momen seperti ini semua bakal terungkap namun sayangnya belum semuanya mendapat giliran maju kedepan karena hujan kembali turun, posisi pendengar menghadap lautan dan pembicara menghadap hutan diselengi suara deburan ombak yang kencang menakutkan bikin suasana makin horror namun penuh canda tawa. Hujan turun memupuskan asa menuntaskan ritual ini dan mereka masuk tenda masing2 untuk beristirahat.
            Sebelum semuanya terlelap oleh dinginnya malam itu, ada sebuah kejadian yang membuat mereka tertawa terbahak bahak. Waktu itu Ape iseng melihat ke luar dari dalam tenda dimana Kiyep pub dengan jarak tidak lebih dari 5m dari berdirinya tenda. Sambil berteriak layaknya ketemu maling si Ape bilang,”Woy onok celeng woy, ndi senter ndi senter”. Sontak yang di dalam tenda lainnya keluar melihat kearah dimana lampu senter di arahkan ape sambil tertawa dengan sedikit umpatan,”C*k, onok celeng ndek kene”. Sampai Celeng itu menuntaskan aktifitas ilegalnya, mereka tak bisa berhenti tertawa. Malam yang gila karena di perlihatkan sosok Celeng jadi jadian.
            Matahari sudah menampakkan sinarnya, sayangnya waktu itu sedikit tertutup oleh awan mendung di selingi gerimis rintik. Dalam hati mereka cuman mengharap tuhan tak turunkan hujan deras agar bisa pulang tepat waktu. Sarapan dibuat dengan menu spaghetti ala Kiyep yang cukup membuat perut masing masing dari mereka kenyang paling enggak sampek makan siang di Bakso Gunung Kepanjen.
            Waktu sudah pukul 10.00 mereka memutuskan berberes tenda dan bersiap meninggalkan Pantai, mengejar waktu agak tidak turun hujan lebat dan akses jalan semakin berat. Perjalanan pulang ini menyempatkan berkunjung ke Pakdenya Brilli yang kebetulan searah. Sekedar melepas penat, bersih diri dan menunggu waktu adzan tiba untuk sholat Dzuhur. Saat semuanya berada di depan menunggu giliran mandi, Brili bercengkerama bentar bersama Budhe nya. Obrolan ringan pun terjadi yang intinya bila budhe dan pakdhe nya Brili tau kalo sekawanan manusia bujang bermalam di Pantai Modangan pasti tidak di ijinkan karena menurut orang sana Pantai Modangan itu sudah disebut Pantai Mati, banyak hewan buas dan ancaman banjir sewaktu waktu. Hal yang sama tentang Pantai ini juga di ungkapkan Neneknya Brilli saat dia berkunjung sejenak, si nenek itu bilang bahwasannya Pantai itu sering digunakan untuk pengasihan (mencari rejeki yang illegal). Inilah cerita lain dari Pantai Modangan (Mati) di kalangan orang setempat yang itu untungnnya terdengar setelah kita menuntaskan misi ini.
            Waktu beranjak Siang dan mereka memutuskan melanjutkan perjalanan pulang ke Malang, disini rombongan berpisah yaitu Bleki dan Ape melanjutkan perjalanan ke Jolo Sutro dimana mau menjemput keluarganya yang berlibur disana.
            Sesampainya di Kepanjen mereka berhenti untuk menuntaskan misi terakhir yaitu makan Bakso Gunung. Bakso yang menanjak harganya dan kualitas rasa sedikit berkurang karena ini semua salah kenaikan harga daging di pasaran.
            Pemuda harapan bangsa ini lalu melanjutkan ke Malang dan mereka semua keesokan harinya sudah di hadapkan rutinitas kesehariannya seperti Jimbon kembali ke Jakarta untuk melanjutkan study dan kerjanya, Jarwo ke Surabaya untuk menuntaskan TA nya, Brili kembali ke dunia kerja dan studynya, Bower dan Ape kembali kerutinitas bisnis mereka, Agung dan Bleki melanjutkan studynya diUB untuk menuntaskan skripsinya karena tahun ini target mereka LULUS.
            Inilah cerita keceriaan, kegembiraan, mistis dalam sebuah perjalanan untuk merayakan hari jadi FASTLAP yang ke 7tahun. Semoga tahun 2012 menjadi pembelajaran untuk lewati tahun 2013 buat kalian semua. Selamat Ulang Tahun FASTLAP!!


@BrillianSanjaya

Tersisa dari Modangan (1)


Pantai mati dan menyeramkan hanya kita liat di Film maupun di acara semacam On Th* Sp*t, tapi nyatanya hal tersebut ada dalam dunia nyata. Klasifikasi pantai mati bukan karena ini pantai terdapat mayat mayat tapi karena pantai ini tanpa penghuni, tanpa ada akses listrik maupun telekomunikasi, akses jalan utama ke pantai putus dan masih di huni kawanan hewan buas yang sewaktu waktu bisa menjadi ancaman.
Ini cerita tentang 8 orang sahabat yang memutuskan merayakan tahun baru beserta hari jadi persaudaraan mereka yang dinamakan FASTLAP. Sangat di sayangkan memang kenapa harus orang 8 yang mengikuti ini padahal ada 19 orang yang isi kedalaman FASTLAP itu sendiri. Namun mereka yang tidak bisa ikut bukan berarti cuek, tapi lebih ada kepentingan yang sangat urgent dan tidak bisa di tinggal pada hari itu juga.
          Memutuskan kemana tempat camping yang sangat cocok harus mereka lakukan melalui pintu kemana saja bikinan google, setelah mencari cari akhirnya menemukan Pantai yang dinamakan Modangan dan dengan pertimbangan seperti jarak yang cukup dekat, pantai yang dekat dengan rumah saudaranya Brilli dan gambar yang cukup bagus saat melihat via google membuat hati kecil kepincut, di putuskan lah 31 Desember 2012 – 1 Januari 2013 menginap di situ.
          Pada hari H, berkumpulah mereka semua di rumah Jarwo di daerah Pakisaji. 8 orang yang memutuskan menghilang beberapa saat dengan hingar bingar keramaian Kota Malang di waktu malam pergantian tahun ini adalah Agung, Bower, Brilli, Jimbon, Kiyep dengan sebutan baru Celeng, Jarwo, Tunggul, Ape.
          Dalam perjalanan untuk sampai ke Pantai Modangan ini mereka banyak transit ke rumah sodaranya Brilli. Pertama transit adalah untuk mengambil pesanan nasi yg di butuhkan untuk makan malam sekalian menanyakan kemana arah untuk menuju Pantai. Pakde nya Brilli sempat bertanya ke Brilli,“Lapo nang kono Bril, ndek kono gak onok opo2 lan dalane rusak. Mending awakmu nang Jonggring utowo nang Jolo Sutro” dan Brilli menyampaikan kata kata itu tadi kepada 7 orang lainnya yang lagi asik menikmati sajian teh hangat. “Yok opo rek, sido nang Modangan opo nang Jongring utowo Jolo Sutro?” ,mereka pun kompak menjawab “Tetep Modangan”. Kiyep yang di kenal pribadi yang ngeyel tanpa pertimbangan pun dengan lantang mengatakan “Kalo udah Start ya harus Finish”. Setelah selesai sholat, mereka akhirnya melanjutkan perjalanan.
          Transit kedua adalah di rumah Budenya Brilli, ya sekedar berpamitan biar selamat dan makan siang Soto khas daerah sana. Rekomendasi yang benar karena mereka puas dengan cita rasa Soto itu dan dengan harga yang cukup murah 5000 /porsi. Budhe nya Brili waktu itu juga menanyakan ke ponakannya ini,”Lapo nang modangan Bril? Gak onok opo opo ndek kono. Mending nang liyane.” Dan ponakannya itu menjawab,”arek2 pengen ndek pantai sing sepi dhe.” Kejadian yang mendebarkan sekaligus menakjubkan adalah saat akses jalan utama di tutup dan harus memutar ke jalan yang Brilli pun gak tau arahnya, untungnya waktu itu mereka bertanya pada seseorang. Brili,”mas, badhe tanglet jalan tembus ten Ngelo lewat pundi. Soale jalan utamane di tutup mas, wonten pengaspalan” Orang Desa,”Lo ditutup, wah aku yo ate rono mas. Yowes ngikuti aku ae sampeyan.” Secara spontan pun 8 pemuda kota ini mengucap alhamdulilah karena ada jalan keluar di tengah kebingungan arah. Di tengah perjalanan mereka melewati jalanan yang membelah persawahan dan  kebetulan pada waktu itu adalah jam makan para buruh petani. Khas dari orang desa adalah keramahan dan itu terbukti saat kita berpapasan, petani kompak bilang dengan senyum khas,”mas dhahar sedoyo”. Kawanan pemuda ini pun menjawab,”inggih monggo”. Brili yang berada di depan menoleh kebelakang melihat Kiyep mengacungkan jempolnya dan berkata “ini lebih dari apa yang ada di 5cm yep!!”
          Melanjutkan perjalannnya mereka melewati bebatuan kapur dan batu sungai. Kendaraan model Jupiter Z Advanture, Vega R Advanture, Supra X Advanture dan Vario 125 Trail dipaksa melahap medan yang tak seperti biasa. Ditengah perjalanan mereka bertanya lagi ke seseorang yang lagi mancing di Sungai. Brili yang waktu itu bertanya,”Mas, arah nang Modangan iku kanan opo kiri?”. Si pemancing itu menjawab dengan mimik yang serius,”Sampeyan nganan ae mas, tapi ati2 banjir.” Dalam benak pikiran ini langsung berpikiran agar tidak terjadi hal yang buruk dan sambil mengucap terima kasih kepada si pemancing tadi. Yang benar aja, ternyata yang kita lewati adalah pinggiran sungai yang mulai tergerus oleh aliran sungai bekas banjir dan melewati aliran sungai yang dangkal karena pada waktu itu hujan gak turun hampir selama 2hari.
          Sesampai di ujung jalan kita kebingungan karena akses jalan utama tergerus oleh bekas banjir besar dan Bower bersama Jarwo secara bersamaan mencari jalan untuk gimana lebih dekat dengan bibir Pantai Modangan. Mereka berdua akhirnya menemukan jalan dan jarwo sempat berkata,”Dalane wes ketemu tapi semoga gak hujan, soale lak udan kita bakal sulit pulang dan menunggu surutnya air. Yang kita lewati nanti sawah, klo hujan deras pasti berkubang.” Tapi karena teringat kata Kiyep di awal tadi “Start harus Finish” maka mereka memutuskan perjalanan sembari berdoa agak tak ada hujan deras agar esok bisa pulang tepat waktu. Sampai di bibir pantai dan dirasa belom puas dengan tempat untuk mendirikan tenda maka di putuskan melanjutkan perjalanan, Alhasil 2 aliran sungai kecil kembali kita lewati dan sampailah di tempat yang pas untuk mendirikan tenda yang kebetulan tempat ini adalah bekas orang menginap karena terdapat sisa api unggun.... (bersambung)
(@BrillianSanjaya)